Senin, 29 November 2010

Browse: Home / / Demi Jalan, 300 Kerbau Melayang Ngaku Capek, Warga Krayan Bangun Sendiri Akses ke Malaysia

Demi Jalan, 300 Kerbau Melayang Ngaku Capek, Warga Krayan Bangun Sendiri Akses ke Malaysia

NUNUKAN – Kesabaran warga yang tinggal di perbatasan makin menipis. Di Krayan Selatan, Nunukan, misalnya, warga membuat sendiri jalan dari titik perbatasan Pa Dalih dan Long Dano, Sarawak, Malaysia, ke kecamatan mereka. Jalan sepanjang 23 kilometer itu dibuat swadaya, tanpa bantuan satu sen pun dari pemerintah.
Kaltim Postbersama Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman, dan Daerah Tertinggal (BPKP2DT) Kaltim, melihat langsung ke Long Layu, Krayan Selatan, lokasi dirintisnya jalan tanah itu, Selasa (23/11) lalu.
Informasi adanya pembangunan jalan tersebut awalnya diterima Gubernur Awang Faroek Ishak dari Danrem091/Aji Surya Natakusuma, Kolonel Inf Aries Martanto. Lalu, Gubernur memerintahkan Kepala BPKP2DT Kaltim Adri Patton untuk mengecek informasi itu.
Ternyata, benar. Warga merintis pembangunan jalan itu dari Malaysia, karena alat beratnya didatangkan dari negeri jiran itu. Saat ini, sudah sekitar 19 kilometer akses jalan terbuka. Lebarnya antara 4-6 meter. Jalan masih berupa tanah lempung. Kanan kirinya pohon tinggi tapi ramping.
Menurut Kepala Adat Besar Krayan Selatan, Lewi G Paru, hutan yang dikupas untuk membangun jalan itu tidak termasuk kawasan konservasi.
“Itu hutan adat yang sudah pernah dijadikan areal sawah. Tetapi karena lama tidak dimanfaatkan, tumbuh pohon-pohon baru,” terangnya.
Jika itu hutan perawan, menurutnya, batang-batang pohon di sana pasti jauh lebih besar.
Selama ini, untuk mendapatkan bahan kebutuhan pokok, warga Krayan Selatan hanya punya dua pilihan. Pertama, melewati Sungai Puyur sekitar satu jam, lalu menerobos hutan lewat “jalan tikus” sampai ke Pa Dalih dan Long Dano, Malaysia. Kedua, membeli bahan kebutuhan pokok di Long Bawan, Krayan Induk. Perlu waktu 4 jam untuk menempuhnya dengan motor atau berjalan seharian penuh.
Di dataran tinggi Borneo itu, hanya ada 3 jalan resmi ke Malaysia, yakni, di Long Midang, Long Bawan, dan Lembudud. Semuanya termasuk daerah Krayan Induk. Sementara bagi warga Krayan Selatan, belum ada jalan tembus ke Malaysia.
“Jalan ini merupakan kebutuhan vital bagi warga. Kami sudah capek menunggu pembangunan dari pemerintah. Jadi, kami memutuskan membangun sendiri,” kata Lewi.
Dia menambahkan, sudah 65 tahun Indonesia merdeka, dan sudah 35 tahun dia menjabat Kepala Adat Besar Krayan Selatan, tidak ada pembangunan berarti di daerahnya. Maka, kata dia, ini saatnya mengubah nasib sendiri.
Untuk membeli alat berat (excavator), dia mengaku harus merogoh kocek pribadi dibantu saudaranya yang tinggal di Malaysia. Harga alat itu sekitar 200 ribu ringgit Malaysia atau sekitar Rp 600 juta.
“Saya sudah jual 300 kerbau. Harganya sekitar Rp 7 juta per ekor,” aku Lewi.
Selain itu, perlu sekitar 200 liter solar untuk membuka 1 kilometer jalan. Harga minyak solar di sana antara Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu. Warga ikut menyumbang untuk membeli bahan bakar bagi excavatoritu.
Saat ini, pembangunan terhenti karena warga Krayan Selatan kehabisan modal. Sudah sekitar dua minggu tak ada aktivitas alat berat. Padahal, tinggal 4-5 kilometer lagi, jalan akan tembus ke Long Layu (pusat pemerintahan Krayan Selatan).
Lewi menegaskan, jika pemerintah menganggap apa yang dilakukan warga ini salah di mata hukum, dia yang akan bertanggungjawab.
SEMUA MENDUKUNG
Camat Krayan Selatan, Selutan Tadem, mengatakan, sebetulnya masyarakat adat sudah menyampaikan pemberitahuan tentang rencana pembangunan jalan itu.
“Kami sudah sering mengusulkan pembangunan jalan, tetapi pemerintah beralasan tidak ada dana dan soal peraturan lingkungan,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu yang memaksa warga bertindak sendiri. Kesulitan hidup, kata Selutan, membuat rakyat nekat membangun jalan.
Dia sangat mendukung inisiatif itu, karena adanya jalan tembus ke Malaysia, bisa menggeliatkan ekonomi di Krayan Selatan.
Senada, anggota DPRD Nunukan, Marli Kamis, menyatakan dukungannya. “Saya kagum dengan kenekatan dan semangat masyarakat adat. Ini mereka lakukan untuk menggunting persoalan pembangunan di daerah perbatasan yang selama ini sulit dilakukan pemerintah,” ujarnya.
Sementara, Kepala BPKP2DT Kaltim Adri Patton mengatakan, selama ini rakyat di perbatasan memang kurang mendapat perhatian pemerintah, terutama pemerintah pusat.
“Masyarakat di perbatasan hanya ingin survive, jadi segala usaha mereka lakukan. Membangun jalan dengan cara swadaya ini salahsatunya,” kata Patton.
Swadaya tampaknya bukan hal baru bagi warga Krayan Selatan. Bandara perintis di Long Layu juga mereka bikin sendiri. Tanah diratakan sepanjang 1 kilometer. Tetapi, kemampuan mereka sebatas itu. Mau tidak mau, hanya pesawat kecil jenis berpenumpang maksimal 5 orang yang bisa mendarat di sana.
Kembali ke masalah jalan, Patton mengingatkan persoalan ini jangan dipandang sebelah mata. “Melihat kondisi ini, pemerintah baik pusat, provinsi, maupun kabupaten harus campur tangan karena terkait masalah bilateral,” tegasnya. Yang bisa dilakukan adalah membantu meningkatkan kualitas jalan dan masalah pengamanan.
Bagaimanapun, jika akses sudah terbuka, hal negatif seperti illegal loggingtidak mustahil terjadi. Mengenai hal ini, Komandan Yonif (Danyon) 631/Antang Letkol Inf Bangun Nawoko menegaskan perlunya pos pengamanan.
“Perlu ada pos lintas batas agar jalan ini tidak dimanfaatkan untuk hal buruk seperti pencurian kayu,” katanya.
Bangun dan beberapa pasukannya yang mengikuti rombongan BPKP2DT melihat lokasi pembangunan jalan, sempat dicurigai warga akan menyita alat berat. Tetapi, ternyata semua mendukung inisiatif berani itu. 

1 komentar:

NANIK SAY-NAY mengatakan...

terimakasih infonyaa

Posting Komentar

Selamat Datang

Free Your Mind

Friends